DIBANDINGKAN JUNI LALU, INFLASI SIBOLGA ALAMI PERBAIKAN

 

SIBOLGA – Setelah mengalami inflasi tertinggi secara nasional yaitu sebesar 1,96 % untuk bulan Juni lalu, keadaan per Agustus tahun ini mengalami perbaikan cukup signifikan dimana Sibolga hanya mengalami inflasi sebesar 0,78% mtm (month to month). Angka ini sedikit lebih tinggi dari Sumatera Utara yang mengalami inflasi sebesar 0,52% mtm, tetapi lebih rendah dibanding inflasi nasional sebesar 1.12% mtm untuk bulan yang sama.

Uniknya, inflasi Kota Sibolga kali ini lebih besar disumbang oleh komoditas yang lazim dikonsumsi masyarakat untuk sarapan pagi, yaitu lontong sayur, sebagaimana diterangkan oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sibolga, Yiyok T Herlambang, saat memimpin diskusi pendalaman potensi daerah dalam rangka pengendalian harga, Rabu (11/9).

“Berdasarkan data BPS Kota Sibolga, lontong sayur memiliki andil inflasi sebesar 0.2942%, disusul komoditas papaya 0,0883%, nasi 0,0819%, jeruk 0,0790%, teter 0,0679%, mie 0,0637% dan angkutan antar kota sebesar 0,0576%,” ungkapnya.

Dilaporkan, untuk Agustus 2013 ini, mayoritas kota di Sumatera Utara secara tahunan (year on year/yoy) mengalami inflasi, tertinggi di Kota Medan sebesar 9,35% yoy, disusul Sumatera Utara sebesar 9,21% yoy, Kota Pematangsiantar 9,18% yoy, sementara Kota Padangsidimpuan mengalami inflasi terendah sebesar 7,63% yoy disusul Kota Sibolga 8,19% yoy, dimana keduanya berada di bawah inflasi nasional sebesar 8,79% yoy.

Diskusi yang berlangsung di Kantor Bank Indonesia Sibolga tersebut dihadiri Asisten II Juneidi Tanjung, Kepala BPS Sibolga Rika Ventina, Kadis Kelautan Perikanan dan Peternakan Hendra Darmalius, Pimpinan Perbankan, dan sejumlah pengusaha.

Hal lain yang terungkap dalam diskusi itu antara lain bahwa hasil produksi perikanan di Kota Sibolga tercatat 54.880 ton/tahun dalam bentuk ikan segar, dimana 45.550 ton/tahun atau 83% dalam bentuk ikan segar di antaranya dijual ke luar daerah, sedangkan ikan yang diolah menjadi beragam produk turunan sebanyak 5.488 ton/tahun atau 10%, dan ikan segar untuk konsumsi lokal hanya 3.841 ton/tahun atau 7% saja.

“Fakta ini kemungkinan bisa menjadi penyebab harga ikan menjadi tidak terkendali (di Sibolga). Oleh karenanya, BI merekomendasikan kepada Pemerintah Kota untuk membuat aturan tentang tata niaga perdagangan ikan,” desak Yiyok. (gan)

Bagikan :

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *