Sibolga na Uli, Oleh: L.E Siahaan
Kota Sibolga dengan berbagai sebutan: Sibolga, Siboga oleh masyarakat pesisir, Sibougah oleh orang Belanda, dan Siboruga oleh orang Jepang yang tidak memiliki konsonan “l” dan sulit menyebutnya hingga menjadi “ru”, adalah salah satu kota kecil di Indonesia. Dari daftar urutan peringkat sepuluh kota daerah otonom terkecil, Sibolga (10,77 kilometer persegi, penduduk kini 93.207 jiwa; 84.481 jiwa SP 2010) menempati urutan kedua setelah kota Padang Panjang (23 kilometer persegi, 50.279 jiwa). Kota terkecil peringkat kesepuluh Kota Cirebon (37,36 kilometer persegi, 283.929 jiwa) merupakan kota sedang. Kategori kota kecil menurut ketentuan tata ruang (PP 26/2008) adalah jumlah penduduk 50.000 sampai 100.000 jiwa, sedangkan kota sedang di atas 100.000 sampai 500.000 jiwa. Apakah Kota Sibolga direncanakan menjadi kota sedang, tergantung RTRW Kotanya.
Alkisah, nama Sibolga muncul ketika menyebut nama seorang tokoh berbadan balga (besar) Ompu Datu Hurinjom Hutagalung dengan julukan “Sibalga” yang dulu kala membangun permukiman baru di utara Kota Sibolga (Sejarah Kota Sibolga, Kemdagri, Google). Dari lokasi ini terlihat pemandangan indah yang luas di tepi pantai seperti terlihat pada peta. Abad 19, pemerintah kolonial Belanda memilih dan mengembangkan lokasi ini sebagai kota bandar (pelabuhan) yang dinamai Sibolga (Sejarah singkat Kota Sibolga, www.sibolgakota.go.id). Letaknya strategis di teluk yang terlindung terhadap galumbang (gelombang) besar, juga oleh “jazirah” dan deretan pulau-pulau kecil seperti Pulau Poncan.
Kota Sibolga kini dengan motto “Sibolga Nauli” pada lambang kota sebagai city brand-nya, dan dijuluki “Kota berbilang kaum” dihuni oleh beragam etnik: Batak, Minangkabau, Jawa, Melayu, Bugis, dan Cina. Selain melalui perjalanan darat dari Kota Medan dengan jalan marlegot-legot (berkelok-kelok) di Tapanuli sejauh sekitar 350 kilometer dalam sepuluh jam, kini dapat dicapai dengan pesawat terbang berbaling-baling ATR 72 buatan Perancis berkapasitas tujuh puluhan seat dengan nyaman. Berangkat dari bandara Kualanamu Medan, tiba di bandara dr. Ferdinand Lumbantobing Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah sekitar empat puluh lima menit saja. Bandara ini berjarak empat puluh kilometer ke Kota Sibolga.
Kota Sibolga dalam posisi simpul transportasi laut merupakan kota pelabuhan internasional (PP 26/2008). Dengan kondisi wilayah, geografi, dan potensinya, perekonomian Kota Sibolga mengandalkan sektor perikanan, pariwisata, perdagangan, industri maritim, dan jasa.
Menunjang Wisata
Pantai Sibolga dengan kelandaian dua persen cocok untuk pariwisata bahari. Banyak pantai di Indonesia yang indah, namun masing-masing harus meningkatkan potensi dan keunikannya untuk “dijual” agar tetap dikunjungi. Kota Sibolga terlindung di Teluk Tapian Nauli yang menjorok ke arah bagian daratan Pulau Sumatera merupakan potensi selain keindahan yang khas, juga rasa aman dan nyaman. Hingga kini tidak ada pemberitaan bencana gelombang pasang besar yang memorakporandakan bangunan gedung di Kota Sibolga, bahkan oleh imbas dari tsunami Nias 2005 lalu.
Dalam sejarah masa lalu, era Ompu Datu Hurinjom Hutagalung, konon Sibolga merupakan tempat para “parlanja sira” julukan bagi pedagang yang belanja garam hasil dari pulau (Sejarah Kota Sibolga, Kemdagri, Google), mangulon dan manisio (istirahat melepaskan lelah dan menginap). Dari tempat inilah mereka kemudian mendistribusikan garam ke sekitar Tapanuli. Kini beberapa hotel termasuk yang baru dibangun tersedia bahkan ada yang berkelas bintang. Ada yang di pantai, namun apakah sudah mengikuti ketentuan garis sempadan pantai yang umumnya ditetapkan seratus meter sebagai daerah pengaman terhadap abrasi masih perlu dibenahi. Bangunan lainnya berupa bangunan gedung lama berarsitektur gudang, dan bangunan ruko baru yang disulap sebagian atau seluruhnya menjadi sarang burung walet. Gejala yang sama seperti yang terjadi di perkotaan lainnya di pinggir pantai Indonesia yang menjadi masalah sosial dan pengaturannya belum komprehensif. Kota pun akan dihibur oleh gemerisik kicauan walet di senja hari serta gemuruh deburan ombak di kala malam tiba.
Kuliner? Bagi yang gemar menikmati makan malam di ruang terbuka, boleh mampir di kawasan pujasera, di jejeran warung tenda yang menempati satu sisi jalur jalan kota pada malam hari. Bagaikan menggambarkan “kota berbilang kaum” pujasera ini menjajakan makanan etnik daerah-daerah. Sebagai daerah pantai, tidak ketinggalan ada juga restoran di ruko yang menyediakan menu seafood.
Ada yang menarik ketika seorang teman belanja oleh-oleh ikan asin jambal di jalan utama poros Sibolga-Pandaan. Sungguh tak disangka ibu pemilik kios berusia sekitar lima puluhan tahun sangat cekatan mengepak pesanan ke dalam kardus yang diolah dengan kertas pembungkus serta dibalut lakban dengan cepat hingga rapih dan aman untuk dibawa di bagasi pesawat. Boleh jadi sang suami yang sering mengikuti pelatihan dari Dinas Pariwisata seperti terlihat dari beberapa pajangan piagam yang diperoleh benar-benar menghayati perlunya pelayanan yang baik kepada tamu seperti semboyan: Pembeli adalah raja! Apakah pedagang lainnya demikian?
Berwisata ke Sibolga sungguh nyaman bila para penyedia jasa penunjang wisata seperti hotel, restoran dan tempat makan lainnya, serta penjual cinderamata dalam mamio (menjamu) tamu dengan sikap penuh c
are, menyapa dan menyediakan pesanan dengan baik dan santun. Di Okinawa Jepang misalnya, ada toko yang menyambut tamu dengan sapaan kendati terkadang secara elektronik: “Irrasshaimase!”Artinya, ada yang bisa saya bantu? Atau “Can I help you?” Mungkin di Sibolga dengan sapaan “Horas!” Peran pemerintah kota memang sangat penting membinanya.
Tidak kalah penting, dibutuhkan pemandu wisata yang mampu mengemas sejarah, legenda, dan kisah-kisah masa lalu yang menarik dan unik tentang situs, objek wisata, kuliner, dan cinderamata sebagai bagian dari paket-paket wisata sehari yang dirancang untuk menikmati kota kecil Sibolga.
Bangunan Gedung Laik Fungsi
Bencana alam tidak dapat diprediksi datangnya. Besaran bencana seperti gempa bumi, tanah longsor, tsunami, gelombang pasang, angin topan, sering di luar perkiraan yang menimbulkan kerugian berupa hancurnya bangunan, harta benda, dan korban jiwa yang jumlahnya besar. Kendati bangunan-bangunan gedung di Kota Sibolga seperti disinggung di depan berdiri dengan tenang, namun perlu dilakukan pemeriksaan kelaikan fungsi yang memastikan terpenuhinya persyaratan teknis terutama keandalan konstruksinya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Bangunan Gedung (UU 28/2002). Dengan mengetahui kondisi bangunan, perkuatan-perkuatan yang diperlukan dapat dilakukan pada bangunan-bangunan gedung bertingkat dan rumah lama dengan teknik retrofitting, sedangkan yang akan dibangun akan melalui perencanaan konstruksi yang tepat agar andal.
Kota Sibolga dalam menyambut wisatawan selain untuk diri sendiri, tidak cukup dengan “na uli” (yang indah) saja tetapi juga “na togu” (yang andal).Kota Sibolga telah memiliki Perda Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bangunan Gedung sebagai pengaturan berdasarkan UU 28/2002, termasuk ketentuan mengenai Sertifikat Laik Fungsi bangunan gedung (SLF).
Dalam seminar yang diselenggarakan di Sibolga (9/10/2013) atas kerjasama teknis Kementerian PU dan JICA (Japan International Cooperation Agency) bersama Pemerintah Kota Sibolga, sebagai penyaji materi dalam seminar, penulis memaparkan salah satu ketentuan yang kepada pemerintah kota didorong adalah penerbitan SLF bangunan gedung sebagai tanda bangunan atau rumah yang telah memilikinya sudah andal. Para wisatawan yang menginap di hotel, berbelanja di ruko, atau berada di bangunan gedung lainnya akan merasa nyaman, selamat atau “safe” terhadap runtuhnya bangunan akibat bencana seperti gempa bumi bila melihat label SLF dipajang pada dinding bangunan yang dikunjunginya.
Kini sudah menjadi pemahaman umum bahwa jatuhnya korban jiwa bukan karena gempa bumi itu sendiri melainkan oleh keruntuhan bangunan gedung yang ditimbulkannya. Rumah masyarakat pun yang dibangun sebagai konstruksi non-engineered tanpa bantuan ahli bangunan, akan lebih aman terhadap gempa bila mengikuti persyaratan pokok dalam pelaksanaan mendirikan bangunan. Dibutuhkan waktu yang cukup agar pemerintah kota dalam memberi perlindungan melalui sosialisasi agar bersama masyarakat pemilik bangunan dapat mewujudkannya.
Penutup
Melalui lagu atau tembang, suatu pesan akan lebih mudah diterima. Lagu “Uli ni Sibolga” dimaksudkan dapat memberi semangatmeningkatkankeandalan bangunangedung selain anugerah keindahan alam yang dimiliki, serta pelayanandi berbagai bidang menyambut arus wisatawan ke Sibolga Nauli, karena Sibolga “milik” seluruh bangsa di dunia. Lagu ini ditulis setelah mengunjungi Sibolga bulan Oktober 2013 lalu. Kendati berbahasa Batak, masyarakat bisa memahami dan menyanyikannya.
ULI NI SIBOLGA
Marlegot-legot do dalan di na lao mandapothon ho
Mamolus rura na bagas nang dolok na mansai timbo
Di si dung huida ho jala hutatap sian na dao
Denggan ni parpeakmi di topi ni tao.
Nang pe ho huta na metmet; tarbarita do tu na dao
Sahat tu liat portibi goarmu tung na tama do
Ai nang pe ro galumbang nang alogo na mansai gogo
Saotik pe ulim tung so moru do.
Uli ni Sibolga sai lam tarida ma di rupa
Dipature pamarenta raphon dohot pangisina
Uli ni Sibolga ndada holan di hita
Alai di saluhut bangso na marragam di dunia.
Marhobas-hobas ma jalo angka tamue na naeng ro
Asa pardalan parborngin sonang mangulon manisio
Sai uli ni Sibolga lam tarida di na mamio
Taruli ma burjum tu saluhut bangso.
Sibolga, Sibolga, Sibolga na uli …..
L.E. Silalahi (Elsondi)